KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN DAN KELUARGA DI RUANG IGD
(INSTALASI GAWAT
DARURAT)
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Komunikasi Keperawatan
Disusun oleh :
Devi Oktaviani Supendi
220110180190
PROGRAM STUDI
KEPERAWATAN PSDKU GARUT
FAKULTAS
KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Allah swt yang telah memberikan rahmat serta taufik dan hidayah
kepada penulis. Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Ibu/Bapak dosen yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengerjakan makalah yang berjudul “Komunikasi Terapeutik pada Klien dan
Keluarga di Ruang IGD (Instalasi Gawat Darurat)” dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Penulis
tentu menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu, penulis memohon
maaf sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga
makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Demikian
yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Garut,
Mei 2019
Devi
Oktaviani Supendi
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi adalah suatu
penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.
Komunikasi dalam keperawatan memiliki makna tersendiri karena merupakan langkah
dalam setiap pengimplementasian proses keperawatan. Komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi yang dilakukan secara sadar dan terencana yang tujuannya
untuk kesembuhan pasien (Nugroho, 2009).
Komunikasi teraupetik
mengembangkan hubungan interpersonal antara klien dan perawat (Slamet, 2014). Umumnya komunikasi terapeutik seringkali diabaikan
oleh dokter maupun perawat, karena mereka menganggap bahwa keahliannya hanya
untuk menyembuhkan pasien dengan melakukan suatu tindakan medis. Padahal
komunikasi terapeutik sangat diperlukan untuk membangun suatu hubungan saling
percaya antar pasien dengan perawat atau keluarga pasien dengan perawat.
Salah satu dampak dari
kurangnya perawat melakukan komunikasi terapeutik yaitu masyarakat kurang
percaya terhadap pelayanan rumah sakit , sehingga akan berdampak buruk juga
terhadap kualitas rumah sakit tersebut. Pasien pertama kali akan bertemu dengan
perawat di rumah sakit, pertemuan pertama itu seharusnya memberikan suatu kesan
yang baik.
Instalasi Gawat Darurat
(IGD) merupakan suatu pelayanan khusus untuk pasien yang mengalami gawat
darurat selama 24 jam non stop. Dengan
demikian pelayanan dalam IGD harus dilakukan dengan semaksimal mungkin, terutama
dalam menerapkan komunikasi terapeutik untuk mempercepat kesembuhan pasien. Di
IGD tenaga medis lebih mengutamakan pada tindakan apa yang akan dilakukan
terhadap pasien, sedangkan pelaksanan komunikasi terapeutik sangat kurang baik
itu pada klien maupun keluarga klien. Akibatnya, timbul kurangnya kepuasaan
dari pasien atau keluarga pasien terhadap pelayanan di IGD tersebut. Munculnya
masalah tersebut mendorong saya untuk membuat makalah yang berjudul “Komunikasi
Terapeutik pada Klien dan Keluarga di Ruang IGD”.
1.
Apa yang dimaksud
dengan komunikasi terapeutik?
2.
Bagaimana
tahap-tahap dalam komunikasi terapeutik pada klien dan keluarga di ruang IGD?
3.
Bagaimana
komunikasi terapeutik pada klien dan keluarga di ruang IGD?
1.
Untuk mengetahui
pengertian komunikasi terapeutik.
2.
Untuk mengetahui
tahap-tahap dalam komunikasi terapeutik pada klien dan keluarga di ruang IGD.
3.
Untuk mengetahui
komunikasi terapeutik pada klien dan keluarga di ruang IGD.
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi
adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau
simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain (Rahmadiana, 2012). Stimulus ini
dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan
atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti oleh pihak lain, dan pihak
lain merespon atau bereaksi sesuai dengan maksud pihak yang memberikan
stimulus. Sedangkan menurut Nugroho (2009), komunikasi merupakan suatu proses
kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk berhubungan
dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Komunikasi
merupakan proses khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Menurut
Liliweri (2008), komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan suatu pesan dari
satu sumber kepada penerima agar dapat dipahami. Proses komunikasi biasanya
melibatkan dua pihak, baik antar individu dengan individu, individu dengan
kelompok atau antar kelompok dengan kelompok yang berinteraksi dengan
aturan-aturan yang disepakati bersama.
Tujuan
dari komunikasi yaitu :
1.
Agar pesan dapat dimengerti
2.
Untuk memahami orang lain
3.
Agar gagasan dapat diterima
4.
Menggerakan orang lain untuk melakukan
suatu kegiatan
Fungsi dari
komunikasi itu sendiri yaitu :
1.
Informasi
2.
Sosialisasi
3.
Motivasi
4.
Perdebatan atau diskusi
5.
Pendidikan
6.
Memajukan kebudayaan
7.
Hiburan
8.
Integrasi
Perawat harus memperhatikan
unsur-unsur dalam komunikasi, yaitu sumber (source), pesan (message), saluran
(chanel) dan penerima (receiver, audience) serta pengaruh (effects) dan umpan
balik (feedback). Dalam proses asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk
mengubah perilaku klien guna mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Sandra, Stikes, & Saintika, 2013).
Komunikasi dalam keperawatan disebut
dengan komunikasi terapeutik. Komunikasi ini merupakan awal untuk membangun
suatu hubungan saling percaya antara perawat dengan klien. Komunikasi terapeutik
sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.
Menurut Kusumo (2017), komunikasi
terapeutik adalah komunikasi profesional bagi perawat yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Sedangkan menurut Chasan & Ternate (2015), Komunikasi
terapeutik yaitu merupakan sarana bagi perawat dalam menjalin suatu hubungan
saling percaya dan dapat meningkatkan kepuasan pasien, sehingga dapat
meningkatkan citra yang baik untuk tenaga kesehatan khususnya profesi
keperawatan itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan perawat untuk
menyelesaikan masalah klien dan untuk meningkatkan kesehatan klien tersebut.
Perawat yang memiliki keterampilan
dalam berkomunikasi terutama komunikasi terapeutik yang baik, dapat dengan
mudah menjalin hubungan saling percaya baik dengan klien maupun dengan keluarga
kalien. Hal ini efektif untuk perawat dalam memberikan kepuasan profesional
dalam asuhan keperawatan.
Tujuan dari adanya komunikasi
terapeutik yaitu untuk mempermudah dan memperjelas serta mengurangi beban
pikiran pasien. Komunikasi terapeutik juga memiliki karakteristik.
Menurut Arwani (2009), ada tiga hal
yang mendasari karakteristik komunikasi terapeutik yaitu :
1)
Keikhlasan
Perawat diharapkan
memiliki sifat ikhlas dalam bersikap baik terhadap pasien, sehingga mampu
mengeluarkan perasaan yang tepat dalam menyikapi perilaku pasien tanpa
menghukum atau menyalahkan.
2)
Empati
Perawat diharapkan
memiliki sifat empati untuk memahami perasaan pasien baik itu dalam kondisi
buruk maupun baik. Dengan sifat empati perawat diperbolehkan untuk ikut
berpartisipasi terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi pasien, tetapi
perawat harus mengontrol emosinya juga.
3)
Kehangatan
Rasa penerimaan
perawat terhadap pasien dapat ditunjukkan dengan suasana hangat dalam
berkomunikasi. Kehangatan tersebut dapat dikomunikasikan melalui komunikasi non
verbal seperti pegangan tangan yang halus untuk menunjukkan rasa kasih sayang
kepada pasien.
Menurut Stuart
(2013), terdapat 4 tahap dalam pelaksaan komunikasi terapeutik, yaitu :
1.
Tahap pra-interaksi
Tahap ini terjadi
sebelum perawat melakukan komunikasi dengan pasien. Perawat akan berfokus pada
eksplorasi kemampuan diri sendiri. Hal yang perlu dilakukan pada tahap ini
yaitu evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri,
mengumpulkan informasi data pasien, dan rencana interaksi dengan pasien.
2.
Tahap orientasi atau perkenalan
Tahap ini
merupakan pertemuan pertama dengan pasien. Perawat berusaha untuk membangun
hubungan saling percaya. Hal yang perlu dilakukan pada tahap ini yaitu
memperkenalkan diri, mengevaluasi kondisi pasien, dan menyepakati kontrak mengenai
topik yang dibicarakan, tempat, waktu, dan tujuan.
3.
Tahap kerja
Pada tahap ini
perawat harus memberikan edukasi kepada pasien dengan menghubungkan persepsi,
pikiran, perasaan, dan tindakan. Perawat juga harus mengatasi kecemasan dalam
diri pasien dengan mekanisme koping.
4.
Tahap terminasi
Tahap ini adalah
tahap terakhir dalam pelaksaan komunikasi terapeutik. Perawat harus
mengevaluasi pencapaian tujuan secara objektif, dan evaluasi terhadap hasil
tindakan yang telah dilakukan. Terminasi dibagi menjadi dua, terminasi
sementara dan akhir. Pada terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi dengan
pasien dan memiliki kontrak waktu. Sedangkan pada tahap terminasi akhir,
perawat tidak bertemu lagi dengan pasien dan telah menyelasaikan masalah pasien
itu sendiri.
Menurut UU no 44
tahun 2009, gawat darurat merupakan keadaan klinis pasien yang membutuhkan
tindakan medis baik oleh dokter maupun perawat untuk segera menolong
nyawanya dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut. Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat adalah untuk
menciptakan kepercayaan antara perawat dengan klien yang sedang kritis atau
gawat darurat dalam melakukan tindakan agar klien dapat tertolong dan tidak
terjadi hal yang fatal.
Sistem pelayanan pada klien gawat
darurat terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit, pelayanan di rumah sakit,
dan pelayanan antar rumah sakit.
1.
Pelayanan pra rumah sakit, merupakan
pelayanan yang melibatkan masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan.
Dalam pelayanan ini komunikasi yang dilakukan yaitu dengan meyakinkan warga
bahwa seorang perawat, mengecek
kesadaran korban dengan memanggil nama korban, dan menghubungi organisasi gawat
darurat terdekat untuk pertolongan lanjut ke rumah sakit.
2.
Pelayanan
di rumah sakit, merupakan pelayanan yang melibatkan tenagan kesehatan di rumah
sakit. Komunikasi yang dilakukan pada tahap ini sama dengan komunikasi
terapeutik, tetapi dalam hal ini tindakan yang cepat dan tepat lebih utama
dilakukan kepada korban.
3.
Pelayanan
antar rumah sakit, merupakan pelayanan yang melibatkan rumah sakit dengan rumah
sakit lain sebagai rujukan.
Rumah Sakit adalah salah satu sarana pelayanan
kesehatan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mencari bantuan
terhadap permasalahan kesehatan yang dihadapi pasien. Instalasi Gawat Darurat
(IGD) merupakan suatu pelayanan yang ada di rumah sakit untuk menolong klien
dalam keadaan gawat darurat. Banyak masalah-masalah yang terjadi di IGD, salah
satunya adalah kurangnya pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat atau dokter
pada klien dan keluarga. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang secara sadar
dan terencana yang tujuan untuk kesembuhan pasien. Kurangnya pelaksanaan
komunikasi terapeutik dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan pasien terhadap
pelayanan yang ada di rumah sakit, terutama
di ruang IGD.
Di Indonesia belum semua rumah sakit menerapkan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat (SPGD) yang optimal. Padahal di Indonesia rentan
mengalami suatu kejadian yang mengancam nyawa masyarakat seperti banyak
terjadinya bencana alam, kecelakaan lalu lintas, bahaya terorisme dan lain
sebagainya. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada artikel BBC News
Indonesia (2011), Indonesia menduduki peringkat tertinggi untuk ancaman bahaya
tsunami, tanah longsor, dan gunung berapi. Sedangkan menurut Saputra (2017), berdasarkan data
dari Komite Nasional Keselamatan Transprotasi (KNKT) tingkat kecelakaan lalu
lintas di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat. Kejadian-kejadian yang
sering mengancam nyawa masyarakat di Indonesia tersebut sangat memerlukan
tindakan kegawatdaruratan yang cepat, tanggap, dan tepat. SPGD yang belum
maksimal disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya tempat di IGD
untuk klien, keterbatasan alat dan jumlah tenaga medis yang berkompeten dalam
kegawatdaruratan, dan belum semua rumah sakit terhubung dengan hotline gawat
darurat 119.
Akibat membludaknya jumlah pasien yang masuk ke ruang
IGD menyebabkan ruangan IGD penuh dan perawat sibuk dalam melakukan tindakan
untuk memberikan asuhan keperawatannya. Kesibukan perawat dalam melakukan tindakan
keperawatan, membuat perawat mengabaikan komunikasi terapeutik pada klien dan
keluarga, akibatnya klien dan keluarga merasa kurang jelas dan tidak paham
mengenai tindakan apa yang dilakukan dan kurang puas dengan pelayanan di
ruangan IGD tersebut. Ketika klien dan keluarga kurang puas dengan pelayanan
kesehatan dari rumah sakit, maka akan berdampak buruk terhadap kualitas rumah sakit
itu sendiri. Untuk itu pelaksanaan komunikasi terapeutik pada klien dan
keluarga di ruang IGD sangat penting dalam melakukan tindakan medis.
Komunikasi terapeutik tidak akan berjalan dengan baik
dan mempercepat penyembuhan klien jika klien dan keluarga itu sendiri tidak
mendukung komunikasi yang dibangun oleh perawat. Artinya perawat, klien, dan
keluarga juga harus saling mendukung komunikasi terapeutik yang dilakukan
perawat dengan merespon apa yang perawat lakukan, dengan demikian tujuan
perawat untuk mempercepat penyembuhan klien itu sendiri tercapai dan berjalan
dengan baik.
Berikut contoh kasus mengenai masalah yang terjadi di
ruang IGD akibat pelayanan buruk yang diambil dari website TribunNews.com.
Kasus ini dimulai dari salah satu mahasiswa yang
tergabung dalam Lembaga Pemberdayaan Advokasi Masyarakat (Lepam) sebagai
koordinator aksi bernama Indra Gunawan. Indra mengaku langsung kepada Direktur
RSUD dr. Salahuddin pada selasa, tanggal 05 mei 2016 bahwa saat ibunya sakit
dan dibawa ke IGD RSUD dr. Salahuddin, ternyata mengalami pelayanan yang buruk
dari rumah sakit tersebut. Menurut Indra, petugas medis di ruang IGD tidak
langsung menangani pasien, tetapi terlebih dahulu menanyakan perihal
administrasi dan masalah obat yang harus dibeli sendiri. Selain itu, perawat
yang bertugas di ruang IGD menunjukkan sikap yang tidak peduli atau cuek pada
pasien dan keluarga. Pelayanan perawat yang tidak profesional diungkapkan Indra
ketika melihat perawat tidak tersenyum ketika bertemu pasien. Bukan hanya tidak
tersenyum, perawat juga kurang melakukan komunikasi pada klien ataupun
keluarga Hal ini sangat disayangkan oleh
Indra, oleh karena itu Indra melakukan audiensi dengan Direktur RSUD dr.
Salahuddin untuk membuat pelatihan pelayanan yang diberikan terutama di ruang
IGD, bahkan Indra ingin ada pelatihan senyum untuk perawat di IGD. Menanggapi
hal tersebut, Direktur RSUD dr. Salahuddin mengungkapkan bahwa hal itu terjadi
karena kekurangan fasilitas yang tidak memadai yang tidak sebanding dengan
jumlah staf medis. Direktur RSUD meminta masyarakat untuk memahami hal tersebut
karena masih kurangnya staf perawat di IGD dibandingkan dengan pasien.
Berdasarkan kasus tersebut masalah yang timbul dari
kurangnya pelayanan di ruang IGD tersebut yaitu perawat tidak langsung
menangani pasien, sikap cuek dan tidak tersenyumnya perawat kepada pasien dan
keluarga, serta kurangnya komunikasi antara perawat dengan klien atau keluarga.
Dalam menangani masalah tersebut hal yang perlu diperhatikan yaitu komunikasi.
Komunikasi antara perawat dengan klien maupun keluarga sangat diperlukan untuk
memperjelas maksud dan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan. Komunikasi
yang diperlukan dalam kasus tersebut yaitu komunikasi terapeutik.
Ada empat tahapan dalam melakukan komunikasi
terapeutik pada klien, diantaranya yaitu :
1.
Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan
sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu:
o
Mengeksplorasi perasaan, harapan dan
kecemasannya.
o
Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri,
dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai
terapeutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali dengan
berdiskusi bersama teman kelompok.
o
Mengumpulkan data tentang klien, sebagai
dasar dalam membuat rencana interaksi.
o
Membuat rencana pertemuan secara tertulis,
yang akan diimplementasikan saat bertemu dengan klien.
2.
Fase orientasi
Fase ini dimulai pada
saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan
klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan
langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tujuan pada tahap orientasi
ini untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai
dengan keadaan pasien saat ini. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah
memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta
membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya.
3.
Fase Kerja
Tahap ini merupakan inti
dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Pada tahap ini, perawat bersama
klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Tahap ini berkaitan dengan
pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.
4. Fase
terminasi
Fase
ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah
terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa
kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada
unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama
meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan.
Setelah
mengetahui tahapan-tahapan komunikasi terapeutik, perawat akan melakukan
tindakan asuhan keperawatannya melalui komunikasi terapeutik pada tahap kerja. Berikut
cara berkomunikasi terapeutik pada klien di Ruang IGD yaitu diantaranya sebagai
berikut :
1.
Mendengarkan dengan penuh perhatian
Perawat
berusaha mendengarkan klien di ruang IGD dalam menyampaikan pesan non verbal
dengan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan
dengan penuh perhatian pada klien dan keluarga merupakan upaya untuk memahami
pesan verbal dan non verbal yang sedang dikomunikasikan. Sikap yang harus
ditunjukkan perawat yaitu dengan memandang klien ketika berbicara,
mempertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan, sikap
tubuh yang menunjukkan perhatian penuh dengan tidak menyilangkan kaki atau
tangan, menghilangkan gerakan yang tidak perlu, menganggukan kepala jika klien
membicarakan hal penting atau memberikan umpan balik (feedback), dan mencondongkan tubuh ke arah klien.
2. Menunjukkan
penerimaan
Sikap penerimaan perawat
dapat ditunjukkan kepada klien dengan tidak menunjukkan keraguan atau tidak
setuju. Namun, perawat tidak harus menerima semua perilaku klien. Sebaiknya
perawat menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak
setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala kepada klien
seolah-olah tidak percaya.
3. Menanyakan
pertanyaan yang berkaitan
Selama pengkajian dengan
klien, perawat harus mengajukan pertanyaan secara berutan. Tujuan dari perawat
bertanya kepada klien adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai
klien. Perawat diusahakan bertanya dengan pertanyaan yang berkaitan dengan
topik yang dibicarakan dan menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya
klien.
4. Mengulang
ucapan klien
Dengan mengulang kembali
ucapan klien dapat membuat klien mengetahui bahwa pesan yang disampaikannya
dapat dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun ketika mengulang
ucapan klien harus berhati-hati karena takut terjadi perbedaan arti.
5. Klarifikasi
Perawat perlu menghentikan
pembicaraan jika terjadi kesalahpahaman antara perawat dan klien, tujuannya
untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian. Klarifikasi yang dilakukan
perawat disampaikan dengan pesan yang dapat dimengerti klien.
6. Memfokuskan
Tujuannya untuk membatasi
bahan pembicaraan antara klien dan perawat, sehingga pembicaraan lebih spesifik
lagi. Perawat juga tidak harus memotong pembicaraan jika klien menyampaikan
masalah yang penting yang dapat memberikan informasi baru lagi bagi perawat.
7. Menyampaikan
hasil observasi
Perawat menyampaikan
hasil pengamatannya, tujuannya untuk mengetahui apakah klien menerima pesannya
dengan benar.
8. Menawarkan
informasi
Memberikan tambahan
informasi merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Apabila ada informasi yang
ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikas alasannya dengan memberikan
informasi tambahan. Informasi tambahan ini dapat menumbuhkan rasa percaya klien
terhadap perawat.
9. Diam
Perawat harus memberikan
kesempatan untuk diam kepada klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya
sendiri, mengorganisasi pikirannya, dan memproses informasi dalam mengambil
keputusan.
10. Meringkas
Meringkas pembicaraan
dapat membantu perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga
dapat melanjutkan pembicaraan degan topik yang berkaitan.
11. Memberikan
penghargaan
Menghargai klien dapat
ditunjukkan dengan memberi salam pada klien dengan menyebut namanya.
12. Menawarkan
diri
Klien mungkin belum siap
dalam melakukan komunikasi secara verbal dengan orang lain atau perawat yang mampu
membuat dirinya dimengerti, oleh karena itu perawat dapat menawarkan dirinya
untuk melakukan komunikasi secara efektif.
13. Memberi
kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Perawat membiarkan klien
untuk memiliki kesempatan pada klien dalam memilih topik pembicaraan.
Komunikasi
terapeutik tidak hanya dilakukan oleh perawat dengan klien saja, namun dapat
dilakukan oleh perawat dengan keluarga klien yang bertujuan untuk mengurangi
rasa cemas ketika klien sedang mengalami masalah di ruang IGD. Menurut Dwi Retnaningsih (2016), kecemasan
merupakan manifestasi langsung dari stress kehidupan dan sangat erat kaitannya
dengan pola hidup. Faktor yang menimbulkan kecemasan yaitu faktor genetik,
psikologi, dan organik (Dwi Retnaningsih, 2016). Pada keluarga
klien yang anggota keluarganya menjalani perawatan di ruang IGD, faktor
kecemasan yang sangat berpengaruh adalah ketidakpastian tentang perkembangan
kesehatan anggota keluarga di ruang IGD dalam keadaan darurat. Salah satu cara
untuk membantu mengendalikan tingkat kecemasan dari keluarga klien yaitu dengan
perawat memberikan informasi dan penjelasan. Penjelasan dan pemberian informasi
dapat dilakukan oleh perawat dengan melakukan komunikasi verbal yang efektif
sesuai dengan wewenangnya.
Dari
kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara perawat dan klien
maupun keluarga klien di ruang IGD sangat diperlukan, terutama komunikasi terapeutik
yang bertujuan untuk penyembuhan klien itu sendiri. Ketika komunikasi yang
dibangun oleh perawat sudah berjalan dengan baik, maka pelayanan di RSUD dr.
Shalahuddin tersebut akan meningkat dan klien merasa puasa yang berdampak pada
meningkatnya kualitas rumah sakit tersebut.
3.4
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang secara
sadar dan terencana yang tujuan untuk kesembuhan pasien. Tahapan dalam komunikasi terapeutik diantaranya fase
pra-interaksi, orientasi, kerja, dan terminasi. Cara berkomunikasi terapeutik pada klien di Ruang IGD yaitu
diantaranya mendengarkan dengan penuh perhatian, menunjukkan penerimaan,
menanyakan pertanyaan yang berkaitan, mengulang ucapan klien, klarifikasi,
memfokuskan, menyampaikan hasil observasi, menawarkan informasi, diam,
meringkas, memberikan penghargaan, menawarkan diri, dan memberi kesempatan
kepada klien untuk memulai pembicaraan. Komunikasi terapeutik yang dilakukan
perawat pada keluarga klien di ruang IGD dapat dilakukan dengan memberikan
penjelasan dan informasi mengenai kesehatan klien.
Di IGD perawat selain melakukan tindakan keperawatan
hendaknya
tidak
terlepas dari sikap dan perilaku dalam berkomunikasi dengan pasien yang dapat
mempengaruhi kepuasan pasien seperti
komunikasi terapeutik, meskipun sarana dan prasarana pelayanan sering
dijadikan ukuran mutu oleh pelanggan namun ukuran utama penilaian tetap sikap
dan perilaku pelayanan yang ditampilkan oleh petugas kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arwani. (2009).
Komunikasi Terapeutik, 7–21.
BBC.(2011).Indonesia
Negara Lawan Bencana.[online].https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia_tsunami
Chasan, R. H., &
Ternate, B. (2015). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan
Pasien di Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. H. Chasan Boesoirie Ternate, 3.
Dwi Retnaningsih.
(2016). HUBUNGAN KOMUNIKASI PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA PASIEN DI
UNIT PERAWATAN KRITIS, 11(1), 35–43.
Kusumo, M. P. (2017).
Pengaruh Komunikasi Terapeutik Perawat Terhadap Kepuasan Pasien di Rawat Jalan
RSUD Jogja, 6(1), 72–81. https://doi.org/10.18196/jmmr.6130.Pengaruh
Nugroho, A. W. (2009).
Komunikasi interpersonal antara perawat dan pasien.
Nurmin, Wa Ode (2016).Dikeluhkan
karena Pelayanan, Direktur RSUD Syekh Yusuf: Kekurangan Perawat.[online]. http://makassar.tribunnews.com/2016/05/04/dikeluhkan-karena-pelayanan-direktur-rsud-syekh-yusuf-kekurangan-perawat.
Rahmadiana, M. (2012).
KOMUNIKASI KESEHATAN : SEBUAH TINJAUAN, 1(1), 88–94.
Sandra, R., Stikes, D.,
& Saintika, S. (2013). Kepuasan Pasien Di Ruang Instalasi Rawat Inap Non Bedah
( Penyakit Dalam Pria dan Wanita ) Rsup Dr . M . Djamil Padang, 68–73.
Saputra, A. D. (2017).
Studi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas Jalan di Indonesia Berdasarkan Data KNKT (
Komite Nasional Keselamatan Transportasi ) Dari Tahun 2007-2016 Nasional Keselamatan
Transportasi ) Database from 2007-2016, 179–190.
Slamet, S. P. R. (2014).
Pengaruh Komunikasi Terapeutik Terhadap Tingkat Kecemasan pada Keluarga Pasien
yang Dirawat Di Ruang Picu Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta
Thamiiaaa. (2013). KONSEP DASAR KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT. [online].http://thamiiaaa.blogspot.com/2013/03/konsepdasar-keperawatan-gawat-2.html. [24 Mei 2015]
Komentar
Posting Komentar